SBY dengan Kain Tenun Ikat |
“Saya memohon dukungan dari rakyat Indonesia untuk tenun ikat ini,” ujar
Wakil Mendikbud bidang Kebudayaan Wiendu Nuryanti pada sela-sela diskusi
mengenai pengusulan tenun ikat Sumba sebagai warisan budaya takbenda ke UNESCO
pada 2013, bertempat di Gedung A Kemdikbud Senayan, Jakarta, Senin (16/4/12)
sore.
Tampak hadir, Ketua Cita Tenun Indonesia Ny. Okke Hatta Rajasa, Direktur
UNESCO Jakarta Office Hubert Gijzen, dan Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia
untuk UNESCO Arief Rachman.
Menurut Wiendu, usulan ini diterima oleh UNESCO, sekitar sepuluh hari lalu.
Dikatakan pula bahwa melalui pengusulan dan penetapan oleh UNESCO diharapkan
dapat mencegah kepunahan tenun ikat Sumba.
Wiendu menuturkan, seperti halnya batik yang fenomenal dan telah ditetapkan
sebagai warisan budaya takbenda UNESCO sebelumnya (2009), Tenun Ikat Sumba ini
juga diharapkan memiliki dampak ekonomi penting, seperti “demam tenun” di
kalangan masyarakat perajin.
Wamendikbud mengatakan, pemilihan Tenun Ikat Sumba tersebut karena dianggap
mewakili tradisi pertenunan di Indonesia. Selain itu, tenun ikat Sumba memiliki
keunikan dan kekhasan pada proses pembuatannya yang memakan waktu lama karena
mengggunakan alat tenun tradisional (gedogan), mengandung nilai-nilai estetis,
spiritual, sosiologis dan budaya yang tinggi. Pun, pembuatannya yang
membutuhkan konsentrasi tinggi, teknik pewarnaan dengan menggunakan bahan-bahan
alami, serta proses transfer pengetahuan tenun yang masih berjalan, namun
sangat lambat.
Dijelaskan, tenunan dikembangkan oleh suku bangsa yang terdiri atas
berbagai kelompok keluaraga (klan) di Nusa Tenggara Timur (NTT) dan di sebagian
besar wilayah Indonesia lainnya. Tenun menjadi bagian penting bagi kehidupan
masyarakat NTT yang nilai-nilai maupun teknik pembuatannya diajarkan secara
turun-temurun, spiritual, sosial kemasyarakatan, dan ekonomi.
Seni tenun dilestarikan di setiap klan pada tiap suku bangsa di NTT.
Seniman tenun ikat sebagain besar merupakan wanita di setiap keluarga inti
(nuclear family), namun bisa juga laki-laki apabila dalam keluarga inti itu
tidak memiliki anak perempuan. Dalam mekanisme transmisi pengetahuan menenun,
peran utama dipegang oleh wanita, yakni nenek atau ibu di keluaraga inti setiap
klan.
Berdasarkan catatan, secara umum kain tenun ikat berfungsi antara lain
sebagai busana sehari-hari yang merupakan pelindung dan penutup tubuh, sebagai
pelengkap dalam upacara ritual adat yang berkaitan dengan daur hidup sejak
lahir, menikah, dan meninggal (life cycle).
Sementara itu, untuk 2012, Noken Papua diharapkan dapat diratifikasi dan
selanjutnya menjadi warisan budaya takbenda UNESCO. (A-94/A-108)***
Minat Hub : 085717423677 (WA) / 081211619177 / PIN : 75637A3F
Tidak ada komentar:
Posting Komentar