"Wajar saja kalau
kain tradisional punya harga yang mahal, karena semuanya dibuat manual dengan
tangan dan bukan mesin," ungkap Lusia Leburaya, Ketua Dekranasda (Dewan
Kerajinan Nasional Daerah) Nusa Tenggara Timur beberapa waktu lalu di Jakarta.
Menurut Lusia, harga jual yang cukup
tinggi ini lebih merupakan penghargaan atas jerih payah para perajin kain,
karena kain-kain tersebut dibuat melalui proses pemikiran dan kreativitas yang
panjang. Selain itu, proses pembuatan dan pewarnaannya juga amat menentukan
harga jualnya. Namun bagaimana sebenarnya proses pembuatan kedua jenis kain ini
menentukan harganya?
1. Batik
Ada dua jenis batik
berdasarkan teknik pembuatannya, yaitu batik cap dan batik tulis (satu jenis
batik lagi, batik print, tidak akan dibahas di
sini). Seperti diketahui, batik tulis memiliki harga yang jauh lebih mahal
dibandingkan dengan batik cap. Hal ini dikarenakan proses pembuatannya yang
butuh waktu lama dan ketelitian untuk melukis setiap lembar kain dengan malam
(lilin) dan canting.
Setelah dilukis, proses membatik belum
selesai karena masih harus melewati tahap-tahap pewarnaan dan pelorodan lilin.
"Selain proses tulis dan cap, salah satu penentu mahalnya batik adalah
proses pewarnaannya," ungkap Endro, perwakilan dari Yayasan Pendidikan
Astra-Michael D Ruslim (YPA-MDR) kepada Kompas Female, dalam workshop membatik di Museum Indonesia, Taman Mini Indonesia Indah, beberapa
waktu lalu.
Proses pewarnaan batik melibatkan banyak
penggunaan pewarna alami dan tekstil. Biasanya untuk mempermudah penempelan
warna pada kain digunakan larutan kimia naptol. Batik lalu dicelup ke dalam
larutan warna yang diinginkan, kemudian direndam dalam air hangat dan dijemur
sampai kering.
Batik yang memiliki dua sampai beberapa
macam warna dalam satu kain membuat harganya menjadi mahal. Sebab untuk
mendapatkan banyak warna dalam satu kain batik, proses pewarnaan harus
dilakukan berkali-kali. Sekali pencelupan akan menghasilkan satu warna, dan
gambar yang tertutup lilin tidak akan terwarnai. Sehingga ketika akan
memberikan warna lain pada motif dasar tersebut, proses ini harus diulang dan
dimulai dari awal dengan menutup motif melalui penggunaan lilin dan
mewarnainya.
Proses pewarnaan batik rangkap tiga
berarti kain batik ini mengalami tiga kali proses mbatik (ditutup dengan lilin), tiga kali proses pewarnaan kain, dan tiga
kali proses pelorodan (menghilangkan lilin dari kain).
2. Kain Tenun
Jika
batik merupakan kain yang diwarnai, maka tenun merupakan untaian benang yang
diwarnai dan ditenun menjadi kain. Karena pada dasarnya merupakan jalinan
benang yang tebal, kain tenun menjadi kaku dan tebal, sehingga banyak orang
enggan memakainya untuk busana sehari-hari.
"Banyak orang yang bilang kalau
harga tenun itu terlalu mahal, padahal ini sebanding dengan proses kreativitas
dan proses pembuatan yang lama. Tidak semua orang bisa membuat kain tenun, jadi
wajar saja kalau harganya mahal," ungkap desainer Musa Widyatmodjo
menjelang show-nya di Jakarta
Fashion & Food Festival beberapa waktu lalu. Untuk membuat selembar kain
tenun, biasanya dibutuhkan waktu berbulan-bulan.
Harga kain tenun yang mahal sebenarnya
tidak berlaku pada semua jenis kain. Perbedaan harganya tergantung pada
ketebalan kain dan kerapatan benang berwarna yang ditenun menjadi kain. Semakin
rapat sisiran-nya (tingkat
kerapatan tenunnya), kain akan semakin rapat, semakin tebal, dan harganya
semakin mahal.
Kerapatan tenunan ini diatur oleh alat
tenun yang digunakan. Semakin keras si penenun menggunakan alat tenunnya,
benang akan mengalami tekanan yang besar (di-press) sehingga jadi makin
rapat. Sebaliknya jika tenunan benang ini tidak terlalu rapat, kain menjadi
tipis dan transparan karena benangnya renggang.
"Perbedaan kain tenun sisir rapat
dan renggang ini terlihat ketika dicuci. Kain tenun sisir renggang akan
mengalami penyusutan yang cukup banyak dibandingkan yang bersisir rapat,"
jelas Ley Puspa Sandjaja, partner perancang Eddy Betty di lini busana edbe.
Minat Hub : 085717423677 (WA) / 081211619177 / PIN : 75637A3F
Sumber : Kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar